Mempelajari Kebijakan Distribusi Barang di Jepang

sumber: Media Indag (Putri K)

Perbedaan distribusi barang konsumsi di negara maju seperti Jepang dengan  negara yang sedang berkembang seperti Indonesia adalah pada infrastruktur.  Di Indonesia terdapat banyak bisnis ritel sampai-sampai minimarket waralaba sudah  masuk kampung dan desa. Tetapi tingginya biaya dalam sistem distribusi barang di minimarket membuat harga di tangan konsumen sangat berbeda jauh dengan harga barang dari distributor. Banyaknya biaya yang timbul akibat pengiriman barang ke pengecer inilah yang membuat harga ditangan konsumen sangatlah  mahal.

Berbeda dengan di negara Jepang dimana harga barang di distributor atau di pengecer sama persis. Bagi perusahaan besar di Jepang mempunyai divisi logistik yang langsung ke ritel atau eceran. Bagi industri menengah ke bawah sistem logistik yang tersentralisasi sangat mengurangi biaya yang berujung harga hingga ke konsumen tidak terlalu mahal. Pihak kementrian ekonomi, perdagangan, dan industri Jepang, Kenzo Mizutani  menjelaskan bahwa struktur dasar industri distribusi di Jepang mengenal tiga lapisan saja. Mulai dari produsen lalu ke industri jasa perantara dan langsung ke ritel sebagai pihak yang berkontak langsung dengan produsen. Ia juga mengatakan bahwa ritel modern di Jepang memang sangat banyak. Tetapi pemerintah Jepang memberikan regulasi agar ritel modern ini tidak melibas ritel tradisional yang sudah ada.

Pemerintah Jepang menekankan pada Sistem Kebijakan Distribusi. Pertama, pemerintah Jepang menaruh perhatian pada pemeliharaan dan promosi kebijakan persaingan usaha. Kedua, undang-undang lokasi toko ritel yang berskala besar. Inilah yang menyebabkan ritel tradisional merekapun tidak gulung tikar.   Pelayanan  terhadap konsumen di toko kelontong di Jepang tidak kalah dengan pelayanan di minimarket di Jepang bahkan toko-toko tradisional seperti toko alat tulis disebuah perkampungan melayani ramah tiap konsumen. Hal itu berbeda dengan minimarket yang ada di Indonesia yang ketika konsumen datang, pelayan seperti asal-asalan menyapa dengan kata “Selamat datang... hadiahnya sebuah mobil lho,” dengan tanpa menatap konsumen yang masuk.

Berdasarkan pengalaman Putri K, harga barang di Jepang sangatlah mahal jika di kurskan ke dalam rupiah. “Meskipun saya tidak jadi membeli, pelayan dengan ramah dan senang hati menjelaskan barang-barang dagangannya. Sampai saya merasa sungkan sendiri” Jelas Putri. Keramahan pelayan di Jepang tidak hanya dilakukan terhadap warga asing saja tetapi dengan penduduk lokal mereka juga melayani dengan ramah. Hal ini merupakan sebagai suatu promosi terselubung dari sebuah toko yang sangat sederhana.

Kemudian kita beralih ke industri ritel modern seperti minimarket, di minimarket modern ini semua distribusi hanya dikendalikan oleh beberapa orang saja. Tumpukan barang-barang tertata rapi dan dijalankan melaui sabuk berjalan lalu diambil melaui sistemyang sangat computarized. Tiap minimarket menggunakan sistem online dan terpadu dengan distributornya. Sehingga tidak ada barang yang tak tersuplai. Ketika stok sudah melewati batas buffer stock (batasan stok minimal) maka komputer akan memberitahukan kepada distributor secara online. SDM di perusahaan distribusi pun sangat mumpuni untuk mengoperasikan semua sistem terpadu ini. Para penjaga toko minimarket ini pun mengalungkan sebuah alat yang mirip dengan tablet PC yang kecil yang berkoneksi langsung dengan server stok digudangnya. Meskipun sibuk melihat stok, para penjaga minimarket masih menyempatkan menyapa setiap pelanggan dengan ramah dan sepenuh hati.

Disinalah distributor bisa melihat secara real time ( waktu saat itu) bagaimana tren distribusi barang konsumsi itu. Distributor bisa mengetahui dalam sehari berapa barang per item yang laku terjual. Dengan membandingkan tren waktu sebelumnya, produsen bisa memperkirakan (forecasting) berapa barang yang harus di sediakan di toko atau minimarket tesebut. Hal itu masih dalam lingkup kecil, dalam lingkup luas infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah Jepang sangatlah mendukung. Negara kepulauan daerah Pasifik ini dihubungkan oleh jembatan dan terowongan bawah laut. Sistem transportasi yang mengandalkan kendaraan berbasis rel pun sangat membantu distribusi barang dari beberapa tempat ke seluruh dunia.

Memang sedikit rumit jika harus menyamakan negara maju dengan negara sedang berkembang. Mulai dari capital (modal) yang dimiliki, hingga human resources (tenaga kerja) jelas berbeda 180 derajat. Namun sebagai negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, masih punya keungglan yang tidak dimiliki negara lain terutama banyaknya sumber daya alam dan sumber daya manusia yang secara jumlah sangatlah banyak.

Sudah menjadi rahasia umum, di Indonesia distribusi perdagangan barang konsumsi dikambing-hitamkan sebagai penyebab utama ketidaktersediaan barang. Namun tidak ada sesuatu yang terlambat jika kita mau berbenah dan terus berkembang. Ditengah pertumbuhan ekonomi 6%-7% seharusnya kita terus bisa berubah memperbaiki sistem yang ada. Bukan hanya meributkan kekuasaan, tapi berubah menjadi budaya pekerja keras, disiplin, dan mau menerima perubahan global adalah dasar kita bisa meniru negara maju.  

Oleh: Anana-its