Menakar Pasar dan Potensi Industri Ekonomi Digital di Jawa Timur

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur – Industri ekonomi digital merupakan jenis industri yang menunjukan peningkatan di tengah pandemi Covid-19. Berdasarkan data BPS dan Bekraf pada tahun 2016, industri digital di Indonesia dengan subsektor film, animasi, dan video memiliki pertumbuhan Nilai Tambah Bruto (NTB) atas dasar harga berlaku tertinggi dari tahun 2014 ke 2016 yaitu sebesar 32,45 persen, disusul kemudian oleh subsektor televisi dan radio dengan tingkat pertumbuhan sebesar 28,56 persen. Industri ekonomi digital terus meningkat sebanyak 40% di setiap tahunnya dan diprediksi hingga 2025 pertumbuhannya berpotensi mencapai USD130 miliar.

Menurut hasil riset yang dirilis oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) pada Oktober 2019, e- commerce mencatatkan kontribusi dan pencapaian signifikan terhadap sektor ekonomi digital di Indonesia, terutama dalam mendorong inklusivitas dan partisipasi masyarakat Indonesia terhadap perekonomian nasional.

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur, Drajat Irawan mengatakan bahwa kontribusi dan potensi sektor industri digital cukup besar, sehingga dibutuhkan langkah tangkas dalam pengembangan industri kreatif guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan kemajuan industri digital.

“Berkaca pada hal tersebut, sektor digital melalui e-commerce sebagai salah satu sektor potential winner pada masa pandemi memiliki potensi positif untuk tetap survive, karena perubahan pola hidup masyarakat yang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah (work from home, school from home) sehingga akses penggunaan internet termasuk media sosial meningkat,” kata Drajat.

Berdasarkan data yang dihimpun pada tahun 2019, di Jawa Timur terdapat 281 startup dengan dominasi jumlah startup terbanyak berada di kota Surabaya. Surabaya menyumbang sekitar 98 pelaku industri digital yang bergerak pada pengelolaan bisnis
startup digital, kemudian setelahnya disusul oleh Malang sebesar 70. Selain itu, sebaran kota-kota di Jawa Timur lainnya yang menjadi basis dari industri digital antara lain Sidoarjo, Banyuwangi, Kediri, Jember, dan lain-lain. Beberapa bidang yang digeluti oleh pelaku startup digital di Jawa Timur diantaranya adalah e-commerce, pembayaran kuliah secara online, investasi bitcoin, fintech, drone, jasa animation, game developer, penyedia layanan web, link business n people, layanan travel, kesehatan, dan lain-lain.

Untuk mendukung talenta milenial Jatim untuk mengembangkan potensi ekonomi digital, Pemprov. Jatim menghadirkan MJC (Millenial Job Center) sebagai wadah bagi para milenial yang berminat bekerja di sektor industri kreatif dan digital. MJC menjadi salah satu terobosan untuk mengurangi angka pengangguran di Jatim serta memberi akses bagi perusahaan di Jatim untuk mengakses tenaga professional dalam meningkatkan daya saing di era digital.

Selain MJC, Pemrov. Jatim melalui Dinas Perindag Prov. Jatim juga telah menginisiasi terbentuknya Jatim IT Creative (JITC) di Malang dan Surabaya yang dilengkapi dengan serangkaian fasilitas diantaranya magang, co-working space, hingga meeting room free of charge. Hingga tahun 2019, tercatat enam komunitas startup yang telah bergabung di JITC, yaitu Desain Produk Industri, Animasi, Fotografi, Komik, Digital Marketing, dan Sinematografi.

Salah satu startup binaan JITC Malang yaitu Mocca saat ini telah mandiri dan sukses dalam mengembangkan bisnis startup digitalnya. Jadi binaan JITC Malang pada tahun 2012, Mocca berhasil merambah pasar luar negeri dengan mengerjakan project-project yang berasal dari Itali, Kanada, Amerika Serikat (AS), India, Thailand, Filipina, dan lain-lain.

Didirikan oleh 3 pemuda (Aditya Yustanto, Eko Purnomo, dan Muhamad Zainuri) yang sebelumnya telah bekerja di animasi Internasional, Mocca kini telah berkembang dan memiliki tim sejumlah 75 orang, baik dari bisnis komunitasnya maupun anak magang yang tergabung didalamnya.

Menariknya menurut Irwanto selaku Chief Operating Officer (COO) Mocca, Mocca membuka peluang kerja bagi teman-teman yang tidak bisa mengenyam pendidikan tinggi dan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi (PT).

“Jadi siapapun yang mau dan ingin belajar menjadi professional, kami akan ajari sampai bisa dengan ketentuan harus belajar minimal 6 bulan dan memberikan pengajaran ke angkatan selanjutnya selama 6 bulan,” kata Irwanto.

Kemudian, Irwanto menambahkan jika fokus bisnis startup yang dikelola oleh Mocca adalah pembuatan animasi yang berhubungan dengan film, aplikasi, dan beberapa produk turunannya. Selain itu, pada masa pandemi Covid-19 ini mereka mengusung sebuah branding khusus untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dengan tujuan untuk membantu pelaku UMKM bangkit.

“Selain branding untuk UMKM, kami juga membuat aplikasi yang release di Jatim Park dan membuat aplikasi yang dipesan oleh BUMN,” ujar Irwanto.

Untuk membangun pasar sampai saat ini, Mocca masih mengandalkan B2B (Bussines to Bussiness) dengan menawarkan jasa kepada studio-studio besar yang ada di luar negeri.

"Sejauh ini memang market kita 90 persen luar negeri dan 10 persen adalah lokal dengan kategori perseorangan,” tambahnya.

Hingga saat ini untuk omset bisnis komunitasnya saja setiap bulan pendapatan yang diperoleh bisa mencapai Rp. 200 juta. Rate harga untuk animasi saat ini dibandrol sekitar Rp. 3 juta sampai Rp. 30 juta per menit tergantung permintaan klien.

Ketika ditanya tentang manfaat bergabung di JITC, Irwanto mengatakan bahwa JITC merupakan tempat pertama bagi mereka untuk belajar dan mengembangkan potensi diri terhadap bisnis startup digital yang mereka kelola.

“Kita belajar dari nol di JITC, mulai dari sharing bersama teman-teman studio tentang sistem pembayaran, cara mencari klien, cara menangani klien, dan cara membuat MOU,” pungkas Irwanto.