Kebijakan Impor Produk Hortikultura

Kebijakan Impor Produk Hortikultura

  “Pemerintah batal memberlakukan kebijakan kuota impor sayuran dan buah (produk hortikultura), tetapi hanya mengatur melalui rekomendasi impor.”

   

M

enurut data kementerian Pertanian perkembangan impor buah dan sayur mengalami perkembangan  yang sangat drastis. Pada tahun 2008, nilai impor produk hortikultura baru mencapai 881,6 juta dollar AS, tetapi pada 2011 nilai impor produk hortikultura sudah mencapai 1.7 miliar dollar AS (dengan kurs Rp. 9.500, sekitar Rp 16,15 triliun). Komoditas hortikultura yang di impornya paling tinggi adalah bawang putih senilai 242,4 juta dollar AS (sekitar Rp. 2,3 triliun), buah apel sebanyak 153,8 juta dollar AS (sekitar Rp. 1,46 triliun), jeruk 150,3 juta dollar AS (sekitar Rp. 1,43 triliun) serta anggur sebanyak 99,8 juta dollar AS (sekitar Rp. 943 miliar). Untuk melindungi produk hortikultura dalam negeri pemerintah merevisi kebijakan baru tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura. Permendag No. 30/2012 pada 21 September 2012, sedangkan Permetan No. 30/2012 tentang Ketentuan Impor Produk Hortikultura direvisi menjadi Permentan No. 60/2012. Kebijakan ini berbeda dengan kebijakan pengetatan pintu masuk impor hortikultura yang sudah berlaku sejak 19 Juni lalu.

 

Produk hortikultura impor hanya boleh masuk ke empat pintu yakni Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Pelabuhan Soekarno Hatta, Makassar, Pelabuhan Belawan, Medan dan bandara Soekarno-Hatta Tangerang. Artinya untuk Pulau jawa buah impor akan terpusat di Jatim. Dalam aturan yang baru itu juga disebutkan, bahwa pelaku usaha ritel tidak lagi diizinkan mengimpor melalui distributor yang ditunjuk oleh importir.

 

Kesiapan Pelabuhan tanjung Perak

Impor hortikultura ke Indonesia, khususnya Pelabuhan Tanjung perak, Jawa Timur (sebagai satu-satunya pelabuhan pintu masuk buah dan sayur di Pulau Jawa) dikhawatirkan meningkat. Hal ini didukung adanya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 60/M-Dag/PER/9/2012 importir produsen yang mengimpor bahan baku, tidak perlu menggunakan label atau kemasan. Namun, dalam aturan sebelumnya, pemerintah mewajibkan adanya label berbahasa Indonesia di setiap produk hortikultura kecuali untuk impor tanaman hias. Importir diwajibkan memiliki surat izin impor yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan. Mereka juga harus memiliki surat rekomendasi impor hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian. Proses selanjutnya baru diberikan surat persetujuan ekspor yang dikeluarkan Kementerian Perdagangan.

“Memang bukan mengenai kuota impor, jadi banyak yang diatur. Tujuannya untuk memonitor pelaksanaan impor untuk berikan perlindungan kepada konsumen.” Ujar Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementrian Perdagangan Dosdy Salhe. Padahal, menurut data Kementerian Pertanian (Kementan). Nilai buah-buahan impor tercatat Rp. 3,7 trilliun atau setiap bulan mencapai Rp. 308 miliar. Dalam lima tahun terakhir, impor buah-buahan di dalam negeri cenderung meningkat dibandingkan produksi dalam negeri berkisar 7%.

Sementara, menurut pantauan di lapang belum ada kenaikan buah impor yang signifikan di Tanjung Perak. Humas PT Pelindo III Surabaya, Edi Priyanto mencermati peluang menumpuknya produk hortikultura impor di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Menurut Edi, pihaknya kini telah menyiapkan, penambahan investasi untuk menampung kedatangan produk tersebut berupa reefer plug dan Container Yard (CY). Pihaknya sudah menyiapkan dua dermaga penyangga untuk penumpukkan produk hortikultura di pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Keduanya masing-masing di Terminal Petikemas Surabaya (TPS) dan Terminal di Dermaga Berlian, “Lokasi TPS berada di CY-nya dengan kapasitas plug 612 plug dengan kapasitas CY sebesar 1.400 Teus. Kalau yang di Berlian lokasi reefer plug berada di Nilam (dermaga Nilam, red),” cetusnya.

 

Ijin Bongkar

Sementara itu Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur Dr. Ir Budi Setiawan, MMT mengaku kurang sepakat dengan kebijakan pemerintah pusat membuka terminal buah impor ke pelabuhan Tanjung Perak. Menurutnya, akan jauh lebih tepat jika keputusan penempatan masuknya hortikultura, khususnya buah impor di daerah kepulauan. “Sehingga ketika masuk ke Jatim harganya bisa bersaing?” katanya.

Lebih jauh Kadisperindag Jatim juga mengungkapkan, sebaiknya impor hortikultura berjalan seperti biasanya. Hanya saja, izin bongkar yang dikeluarkan Gubernur diberlakukan kepada para importir. “Petani kita yang dirugaikan kalau ini tidak diawasi secara ketat. Seperti apa nasib petani hortikultura kita kalau tidak ada pengawasan?” harapan Budi.

Data berbeda diungkapkan, Kepala Badan Karantina Pertanian, Banun Harpini. Dia mengatakan container produk hortikultura impor yang masuk ke Surabaya meningkat 30 persen daripada biasanya. “Sebelum Tanjung Priok ditutup, Surabaya melayani rata-rata 60 kontainer. Sekarang sudah mencapai 100 kontainer,” kata Banun. Pelabuhan lain yang dipilih sebagai pintu masuk, belum mengalami kenaikan.

Kebanyakan importir, menurut Banun, mengalihkan barang lewat Surabaya karena dianggap lebih mudah untuk proses distribusi, terutama untuk tujuan wilayah timur Indonesia seperti Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Makassar. “Mampirnya” buah di Jawa Timur sebelum dikirim lagi ke wilayah timur dikhawatirkan dapat “merembes” dipasar Jawa Timur, karena meski untuk wilayah timur telah ditunjuk Pelabuhan Makasar namun belum ada peningkatan yang signifikan kegiatan impor hortikultura di pelabuhan tersebut. menurut Kepala Balai Besar Karantina Pertanian Makasar tapi tetap “mampir” di Surabaya.

Dengan kebijakan pengetatan impor hortikultura tersebut, hanya negara yang memiliki Country Recognition Agreement (CRA) dengan Indonesia yang boleh memasukkan hortikultura. Sejauh ini, hanya Australia, Kanada, Amerika Serikat, dan Selandia Baru yang mempunyai itu. Namun faktanya, negara seperti China juga banyak mengekspor buah dan sayur ke Indonesia.