Sosialisasi Bahaya Penggunaan Bahan Berbahaya Pada Makanan

Semakin terbukanya pasar nasional sebagai akibat dari proses globalisasi ekonomi menuntut konsumen untuk lebih teliti terhadap setiap produk yang beredar di pasaran mengingat banyaknya produsen yang bersaing secara tidak sehat. Oleh karena itu diperlukan kesadaran, pengetahuan, kepedulian kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi dirinya serta menumbuh kembangkan sikap perilaku usaha yang jujur dan bertanggung jawab.

Berdasarkan fakta di lapangan, peredaran dan penggunaan Bahan Berbahaya (B2) terus mengalami peningkatan baik jenis maupun jumlahnya. Kondisi ini tentu sangat riskan dan dapat memicu adanya penyalahgunaan peruntukan bahan berbahaya, utamanya untuk produk makanan dengan target pasar yang luas.

Dampak negatif B2 sendiri tidak hanya dialami oleh konsumen namun juga bisa berakibat pada produsen karena dapat mematikan potensi produsen lain yang jujur dan bertanggung jawab serta tidak mendidik produsen pangan dalam menghasilkan produk berdaya saing berbasis mutu serta memenuhi aspek keamanan, kesehatan, dan keselamatan konsumen.

Berdasarkan pertimbangan tersebut diperlukan perangkat peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 44/M-DAG/PER/9/2009 tentang Pengadaan, Distribusi dan Pengawasan Bahan Berbahaya.

 Sebagai catatan, pelaku usaha atau produsen apabila terbukti melanggar ketentuan bahan berbahaya B2 maka akan dikenakan saksi berjenjang mulai pencabutan pengakuan IP-B2 / IT-B2, pencabutan izin usaha (SIUP-B2) serta penarikan barang dari peredaran. Salah satu tindakan preventif pemerintah ialah melakukan pengawasan intensif terhadap produsen dan toko yang menjual B2 serta penyuluhan baik kepada produsen maupun konsumen mengenai bahaya B2.

 

 

 

Penulis                   : -

Editor                     : Pipit Eriyanto

Sumber                  : Media Indag Vol.X N0.37 Maret 2015