Prospek Produk Olahan Singkong dari Jawa Timur Sebagai Basis Ketahanan Pangan

Di Jawa Timur terdapat sebuah industri yang memproduksi tepung singkong (cassava) dan mengolahnya menjadi berbagai macam produk olahan turunan, diantaranya adalah tepung serbaguna, tepung pancake, tepung bumbu, noodle, cookies, serta pasta yang keseluruhan dibuat dari tepung singkong atau cassava.

 

Perihal ini, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Timur, Drajat Irawan mengunjungi PT. Agung Bumi Agro yang berlokasi di Cengkrong, Pasuruan dan Ketintang, Surabaya.

 

Melalui kunjungan tersebut diketahui bahwa PT. Agung Bumi Agro dengan brand merk dagang Ladang Lima sudah berdiri sejak tahun 2013. Produk olahan dari Ladang Lima tersebut sejalan dengan upaya Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dalam mendorong ketahanan pangan Jawa Timur dengan menggunakan bahan pangan berbasis lokal.

 

Tepung singkong dari Ladang Lima ini diklaim sebagai produk gluten-free, kaya serat, tanpa pewarna buatan, tinggi kalsium dan zat besi, serta memiliki indeks glikemik yang rendah. Raka Bagus selaku CEO atau founder dari Ladang Lima mengatakan bahwa tepung singkong miliknya diolah melalui proses fermentasi.

 

“Kami melakukan proses fermentasi selama satu hari (24 jam) dengan metode Bio-technology untuk mengubah karakter tepung singkong menjadi mirip tepung terigu sehingga bisa digunakan sebagai substitusi tepung terigu,” ujar pria yang akrab disapa Bagus itu.

 

Menggunakan bahan baku singkong, PT. Agung Bumi Agro mampu menghasilkan 30 ton tepung, 40 ribu pcs cookies, 60 ribu pcs premix pancake dan tepung bumbu, dan 5 ton pasta setiap bulannya dengan total penyerapan tenaga kerja sebanyak 53 orang. Bahan baku singkong Daplang diperoleh dari kelompok tani dari Prigen (Pasuruan) dan Tuban.

 

Ketika ditanyai perihal kapasitas produksi, Bagus mengaku bahwa di masa pandemi Covid-19 ini produksinya justru naik sebesar 20 persen dengan kapasitas produksi mencapai 900 ton per tahun.

 

“Untuk pasar dalam negeri produk kami sudah ada di 34 kota yang ada di Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Lombok dan untuk ekspor dilakukan ke sejumlah negara seperti Amerika Utara, Australia, Singapura, dan Filipina dengan total omset miliaran setiap tahunnya,” papar Bagus.

 

Selain daging singkong yang dipakai untuk membuat tepung, kulit singkongnya diolah oleh PT. Agung Bumi Agro sebagai pakan ternak dengan cara digiling sebagai tepung khusus pakan ternak.

 

Melihat fenomena tersebut, Drajat Irawan selaku Kepala Dinas Perindag Prov. Jatim mengapresiasi PT. Agung Bumi Agro yang diketahui dimiliki oleh anak muda. Menurut Drajat, semangat juangnya bisa menjadi motivasi bagi generasi milenial lainnya agar tidak ragu untuk berwirausaha, sekaligus inovatif dan kreatif dalam menjalankan sebuah usaha.

 

Singkong Sebagai Alternatif Substitusi Impor Bahan Pangan
Kepala Dinas Perindag Prov. Jatim, Drajat Irawan mengatakan bahwa singkong atau ubi kayu bisa menjadi bahan pangan alternatif yang memiliki prospek cerah terhadap substitusi impor bahan pangan serta menjadi komoditas pangan lokal yang mampu memperkuat ketahanan pangan Jawa Timur.

 

Untuk menjaga ketahanan pangan Indonesia, khususnya Jawa Timur, substitusi impor bisa menjadi solusi potensial yang mulai dijajaki. Berdasarkan data yang dihimpun oleh International Center for Tropical Agriculture, Indonesia merupakan negara penghasil singkong terbesar di Asia setelah Nigeria dan Thailand sehingga potensi singkong maupun umbi-umbian sebagai bahan pangan masih sangat terbuka lebar.

 

Melalui data yang dihimpun dari Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2019, hampir semua kabupaten atau kota di wilayah Jawa Timur merupakan penghasil singkong atau ubi kayu dengan lima kabupaten atau kota penghasil komoditi singkong terbesar adalah Ponorogo, Pacitan, Trenggalek, Malang, dan Tulungagung. Dalam setahun singkong yang dihasilkan oleh Jawa Timur pada periode Januari hingga Agustus 2019 produksi mencapai 1,79 juta ton. Perihal tersebut, Drajat mengatakan bahwa substitusi impor memang harus dilakukan dalam rangka menyeimbangkan neraca perdagangan.

 

“Substitusi impor bisa dilakukan untuk menyeimbangkan neraca perdagangan. Karena memang neraca perdagangan impor Jatim sebagai pengguna bahan baku industri ini masih besar. Jadi substitusi impor memang harus dilakukan, terlebih jika produknya sudah ada di dalam negeri,” pungkas Drajat.