Merevitalisasi Tata Niaga Beras di Jawa Timur

S

ektor pertanian mempunyai peranan yang cukup peting dalam sebuah perekonomian. Hal ini dikarenakan sektor pertanian selain mampu memproduksi komoditi yang diperlukan masyarakat (terutama pangan). Dari sisi komoditas strategis terutama pangan, Jawa Timur merupakan salah salah satu provinsi penghasil beberapa komoditi pertanian di Indonesia, diantaranya komoditi di sub sector tanaman pangan, perkebunan, dan pertanian. Komoditi tanaman pangan yang terutama adalah padi (beras) dan kedelai. Pada tahun2010 produksi kedelai Jawa Timur menyumbang 37,51% produksi nasional, dan produksi padi/beras menyumbang 17,75% produksi nasional. Di sub sector perkebunan, tebu merupakan komoditi perkebunan terbesar di Jawa Timur. Selain itu, produksi gula dari bahan tebu menyumbang 41,82% produksi nasional. Sedangkan di sub sector perternakan, ternak sapi potong dan ayam petelur menjadi unggulan. Jawa Timur juga merupakan salah satu daerah penghasil susu terbesar dengan kontribusi 51,95%.

            Selanjutnya dari sisi ketersediaan komoditas bahan semua komoditas mengalami surplus atas ketersediaan bahan pangan di Jawa Timur tahun 2010 kecuali kedelai mengalami defisit sebesar 15.852 Ton. Hal ini mengidentifikasikan bahan pangan cukup atau lebih dibandingkan dengan konsumsi. Komoditas yang mengalami surplus terbesar terutama pada beras dengan surplus sebesar 4.243,053 juta ton, minyak sejumlah 551,370 ton, dan gula dengan 485,289 ton. Sedangkan komoditi yang mengalami surplus terkecil adalah kacang tanah sebesar 27,917 ton. Dari data ini, menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki peran yang sangat penting kawasan Jawa Timur sendiri maupun nasional.

            Meskipun terdapat beragam permasalahan di sector pertanian, namun bila dilihat potensinya di Jawa Timur sangatlah besar. Maka dapat dikatakan bahwa sektor ini merupakan sector yang strategis bagi Jawa Timur untuk dijadikan fondasi ekonomi yang kuat. Hal ini terlihat di dalam visi provonsi Jawa Timur dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang tahu 2005-2025 yaitu “pembangunan Katim sebagai pusat agrobisnis terkemuka, berdaya saing global dan berkelanjutan menuju Jatim yang makmur dan berakhlak”. Dengan visi seperti itu maka arah dan kebijakan pembangunan di setiap level pemerintahan Jawa Timur baik ditingkat provinsi maupun Kabupaten dan Kota harus mengarah pada pencapaian visi provinsi tersebut.

               Sejalan dengan visi tersebut, maka arah pengembangan dan pembangunan sektor pertanian setidaknya harus melihat dua sisi, yaitu supply side (sisi produksi) dan demand side (sisi pasar/konsumen). Pendekatan dari sisi demand maupun supply pada akhirnya akan sangat berhubungan dengan peran pemerintah Jawa Timur untuk membangun sektor pertanian menjadi sektor yang sangat penting atau dengan kata lain kebijakan pemerintah Jawa Timur diarahkan untuk merevitalisasi sektor pertanian agar unggul dan berkembang.

                Dari hasil analisis input-output menunjukkan adanya tiga komoditi utama pertanian yang berpotensi unggul, yaitu komoditi padi, jagung dan tebu. Komoditi padi/beras memiliki dampak output yang sangat besar dalam perekonomian Jawa Timur khususnya terkait dampaknya dengan konsumsi, dan ekspor. Hal ini menunjukkan bahwa peranan komoditas memiliki peran yang strategis dalam perekonomian Jawa Timur.

           Hasil identifikasi potensi kantong produksi berdasarkan wilayah menunjukkan bahwa pada untuk komoditi padi, daerah-daerah yang memiliki potensi yang besar adalah Kabupaten Lamongan, Kabupaten Kediri, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten dan Kota Malang, Kabupaten Situbondo, Kabupaten dan Kota Mojokerto, Kabupaten dan Kota Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Jember dan Kabupaten Tuban. Beberapa daerah tersebut memang dikenal sebagai sentra penghasil padi di Jawa Timur. Kondisi tersebut semakin membuktikan bahwa Jawa Timur merupakan salah satu sumber lumbung utama pangan khususnya beras di Indonesia.

Distorsi Kelembagaan Komoditi Beras

            Hasil temuan lapang menunjukkan adanya distorsi kelembagaan komoditi beras di Jawa Timur. Permasalahan yang muncul pada aspek kelembagaan antara lain adalah inefisiensi produksi, tata niaga, unsur kelembagaan, dan terutama teknologi pengolahan pasca panen. Dalam kasus yang pertama, terjadinya inefisiensi produksi disebabkan oleh berbagai tahapan tanam sebelum panen yang sangat lama dan membutuhkan biaya tak sedikit khususnya biaya tenaga kerja dan input sehingga terjadi inefisiensi dan rendahnya skala ekonomi. Sedangkan unsur kelembagaan tersirat dalam alur tata niaga yang mencakup permasalahan tata niaga itu sendiri dan permodalan. Pada kasus tata niaga, alur yang dibuat dan sering ditemui di tingkat wilayah kecamatan setidaknya ada tiga tahapan yaitu petani-tengkulak/bakul atau biasanya ditambah pengusaha selep.

Inefisiensi Tata Niaga Beras dan Kesejahteraan Petani

              Permasalahan khusus yang dihadapi petani padi di wilayah penelitian di Kabupaten Lamongan dan Banyuwangi antara lain: (1) kesulitan petani untuk mendapatkan akses kepemilikan lahan; (2) rata-rata sewa bagi hasil (share cropping); (3) kebanyakan petani harus menyewa secara cash; (4) petani sangat dirugikan karena pada umumnya harga output anjlok di pasaran atau harga input yang tinggi. Sedangkan permasalah pada distribusi dan harga beras di Jawa Timur diantaranya: (1) kualitas jalan raya kurang baik; (2) serangan hama wereng yang meluas pada sentra wilayah produksi; (3) rendahnya kualitas gabah/padi hasil panen pada saat panen raya; (4) stok pangan padi/beras pada rumah tangga petani sangat terbatas; (5) stok padi di musim kemarau sangat sedikit; (6) adanya biaya transaksi yang harus ditanggung pihak penggilingan padi; dan (7) adanya resiko piutang tidak terbayar yang ditanggung penggiling padi yang menjual beras ke pasar lokal, luar kota dan luar pulau.

          Dari tata niaga perberasan di Jawa Timur terlihat jelas bahwa struktur pasar terbentuk tidak kompetitif. Struktur pasar yang terbentuk tidak kompetitif. Beberapa perilaku menyimpang yang sering ditemui dalam tata niaga beras di Jawa Timur adalah: (1) beberapa pengusaha yang dominan dalam tata niaga beras di Jawa timur sering melakukan perdangan antar wilayah, juga melakukan integrasi horizontal, dimana diantara mereka saling berhubungan khususnya bisnis yang dikemas dengan kekerabatan. (3) terjadi penimbunan beras dalam jumlah masif oleh para pengusaha (4) adanya persatuan pengusaha beras dan RMU yang umumnya diikuti oleh pengusaha-pengusaha besar saja.

Solusi Revitalisasi Tata Niaga Beras

            Langkah Revitalisasi Tata Niaga Beras dalam rangka kesejahteraan petani adalah upaya pembenahan kelembagaan reformasi struktural sistem distribusi beras. Berdasarkan permasalahan diatas, maka ada beberapa saran di antaranya :

  1. Meningkatkan program pemberdayaan petani yang lebih ditekankan pada usaha menjadikan petani tidak hanya sebagai produsen tetapi tidak hanya sebagai produsen tetapi juga sebagai pedagang.
  2. Mengembangkan penyediaan informasi harga produk pertanian khususnya beras secara online/mobile phone dengan informasi yang up to date setiap hari sesuai keadaan pasar di Jawa Timur.
  3. Membentuk sistem kemitraan usaha untuk pemberian bantuan sarana dan prasarana produksi kepada petani
  4. Meningkatkan layanan informasi teknologi, perkreditan, sarana produksi kepada petani, seperti permodalan, sarana dan prasarana pertanian dan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petani melalui penyuluhan/sekolah pertanian lapang.

Selain itu juga membentuk lembaga penjamin piutang dalam tata niaga beras, memenuhi jatuh pupuk di wilayah sentra produksi dengan cara meningkatkan pengawasan penyaluran pupuk bersubsidi. Oleh karena itu, mengevaluasi kebijakan pembangunan pertanian dari aspek kelembagaan, sehingga upaya keakuratan perumusan kebijakan pembangunan ke depan dapat berimplikasi besar bagi peningkatan daya saing SDM petani.

Rancangan kebijakan yang diusulkan terutama dengan: (1) melihat relasi sosial, ekonomi, dan budaya, dalam mengkaji potensi kelembagaan tradisional pertanian di perdesaan; (2) pemberdayaan kelembagaan pertanian dan perdesaan diperlukan sebagai salah satu bentuk upaya penciptaan kemandirian petani, peningkatan pendapatan rumah-tangga petani, dan engembangan agribisnis produk pertanian. Strategi pendekatan kelembagaan petani hendaknya bersifat organik, artinya, setiap langkah pendekatan dan penggalian informasi diselaraskan dengan kondisi sosio budaya, norma dan kebiasaan petani secara bertahap.