Melestarikan Tenun Gedogan Tuban

            Kain tenun ikat pertama kali ditemukan di Bali sekitar abad 8-2 SM. Pada awalnya tekstil dipergunakan hanya untuk melindungi tubuh manusia dari cuaca panas dan dingin berkembang hingga kini menjadi alat seni dan budaya masyarakat yang memiliki ragam hias dan sejumlah teknik pembuatan seperti teknik menenun kain. Perkembangan teknik menenun dapat diidentifikasi dari penggunaan alat dan mesin yang digunakan manusia mulai dari penggunaan jarum sederhana untuk jeratan kain, penggunaan kayu yang dirangkai untuk membuat tenunan dengan benang lusi dan pakan (tenun gedogan).

            Tenun gedogan Tuban menjadi istimewa karena mulai dari bahan baku sampai dengan pewarnaan yang menggunakan bahan pewarna alam pada proses pembatikannya menggunakan bahan local seperti kulit dan daun. Selain itu kain tenun gedogan polosan tuban menjadi istimewa karena dilakukan proses pembatikan diatasnya dengan berbagai motif yang memiliki makna dan fungsi tertentu yang berkembang sesuai perkembangan budaya dan adat istiadat di Kabupaten Tuban. Motif-motif batik tenun gedokan Tuban antara lain motif ganggeng, kembang randu, kembang waluh, cuken, melati selangsang, satriyan, kijing miring, likasan kothong, guntingan, panji ori, kenongo uleran, panji krenthil, panji serong dan panji konang.

            Tenun memiliki makna, nilai sejarah dan teknik yang tinggi dari segi warna, motif dan jenis bahan atau benang yang digunakan. Tenun sebagai warisan budaya (heritage) merupakan kebanggaan bangsa Indonesia dan mencerminkan jati diri bangsa. Oleh karena itu tenun gedog Tuban sebagai salah satu warisan budaya harus dijaga dan dilestarikan baik dari segi teknik produksi maupun desain produk yang dihasilkan.

 

Penulis            : -

Editor              : Ditya

Sumber            : Media Indag Vol. 10, No.37 Maret 2015